BandungKita.id, NGAMPRAH – Sambil menggendong karung di punggungnya, ia menyusuri jalanan. Kepalanya menunduk, berjalan dengan langkah kaki yang sedikit gontai.
Perawakannya kurus dan tak lagi tegap. Kulitnya pun lusuh tak terurus. Sambil berjalan, lelaki paruh baya itu mengumpulkan sampah-sampah yang berserakan di jalanan.
Adalah Abah Kaman, pria berusia 85 tahun tersebut mengisi hari-harinya dengan mengumpulkan sampah. Ia membawa gundukan sampah itu ke tempat tinggalnya.
Abah Kaman tidak tinggal di sebuah bangunan yang berdinding tembok lengkap dengan atapnya. Ia tinggal di sebuah gundukan semak-semak lahan Jasa Marga, samping Tol Padalarang, Jalan Ciloa RT 02 RW 04, Desa Mekarsari, Kecamatan Ngamprah, Kabupaten Bandung Barat. Lokasinya tak jauh dari Kompleks Kantor Pemkab Bandung Barat.
Sampah yang ia kumpulkan, dibakar hingga berubah menjadi abu. Abu itulah yang ia gunakan untuk dijadikan alas untuk merebahkan badan.
BACA JUGA:
Kisah Pengabdian Setia Abah Ana, 20 Tahun Lebih Menjaga Perlintasan Kereta Tanpa Palang Pintu
Bantuan Berdatangan Untuk Nabila, Abah Ubed Raup Untung Besar
“Jadi sampah yang dikumpulkan sama dia dibakar. Bekas bakarannya ditimbun sama tanah lalu ditumpuk alas. Buat dipake dia tidur kayanya sih biar hangat,” ujar Pipin (40) salah satu warga yang dekat dengan tempat Abah Kaman tinggal.
Menurut Pipin, meskipun Abah terlihat kumal, ia adalah orang yang ramah dan tidak pernah mengemis. Untuk bertahan hidup, dia tidak mau menerima pemberian secara cuma-cuma.
“Kalo mau makan, dia bersih bersih dulu emperan toko. Pemilik toko sudah ngerti dan inisiatif untuk memberinya makan atau uang. Jadi kalo mau dikasih sama orang dia pasti harus kerja dulu. Gak pernah minta-minta kang,” ungkap Pipin.
Bahkan tak sedikit, kata Pipin, warga yang memberinya pakaian. Namun kerap kali pakaian-pakaian tersebut tak ia gunakan.
“Gak tahu dikemanain. Aneh saya juga padahal kan bisa buat menghangatkan badannya,” ucapnya.
Ironinya, keluarga Abah Kaman menganggapnya gangguan jiwa. Padahal Pipin yang betul, Abah seratus persen normal.
“Kalau dia gila, masa sih ngerti uang. Terus kalau diajak ngobrol juga nyambung,” katanya.
Dugaan Pipin, Abah memilih tidur ditempat tempat tersebut karena dia sudah nyaman dengan tempat tinggalnya di semak-semak.
“Beberapa kali emang warga sudah mau membuatkannya saung. Bahkan ada yang mau ngerawat. Tapi da Abahnya balik lagi balik lagi,” tutur Pipin.
Pipin menuturkan, Abah Aman memang memiliki keluarga di Desa Pasir Halang tapi dia tidak punya istri.
“Mungkin dia juga kagok mau pulang ke keluarganya. Keluarganya yang ada itu setauvsaya keponakannya. Terlebih keluarganya sudah menganggapnya gila,” tutupnya.
Abah Aman biasa keluar dari semak pagi-pagi dan pulang waktu maghrib. Saat matahari mulai terbenam, karung yang digendongnya pasti berisikan sampah untuk dibakar.***(Bagus Fallensky/BandungKita.id)
Editor: Dian Aisyah
Comment