BandungKita.id, BANDUNG – Kabar tentang salah satu tahanan Lapas Sukamiskin, Setyo Novanto melakukan pelesiran di Padalarang, Kabupaten Bandung Barat, Jumat (14/6/2019, tentu menjadi tamparan telak bagi Kemenkumham RI. Institusi ini dituntut kembali memperketat pengawasan terutama bagi narapidana yang mengajukan izin berobat di luar lapas.
Seperti diketahui, pada Rabu (12/6/2019,) Setnov mengajukan izin berobat ke Rumah Sakit Santosa. Mestinya, berdasarkan surat izin yang diterbitkan, mantan Ketua DPR RI itu kembali ke lapas pada Jumat (14/6/2019) siang.
Namun sekira pukul 18.00 WIB, Kantor Wilayah Kemenkumham Jawa Barat dikejutkan atas laporan dari Kepala Lapas Sukamiskin Tejo Harwanto tentang adanya foto mirip Setnov pelesiran di toko bangunan di Kecamatan Padalarang, Kabupaten Bandung Barat.
Baca juga:
Izin Berobat, Ternyata Suami Walikota Cantik Airin Ketahuan Menginap di Hotel Bersama Wanita
Kasus narapidana pelesiran dengan menyalahgunakan izin berobat memang bukan pertama kalinya, narapidana koruptor lain seperti, Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan, Anggoro Widjojo dan Rahmat Yasin juga pernah kedapatan “mabal” menggunakan izin berobat.
Direktur Lembaga Kajian Hukum dan kriminal, Institut For Criminal Justice Reform (ICJR), Anggara Suwahju menilai penyalahgunaan izin berobat merupakan lahan empuk bagi para narapidana untuk bertindak nakal.
Pasalnya prosedur pengawalan dan integritas dari petugas lapas masih lemah. Anggara menilai meski merupakan hak napi, secara aturan izin berobat itu tidak mudah.
“Izin sakit itu prosedurnya nggak gampang, harus berdasarkan rujukan dokter internal lapas. Jadi tahanan nggak bisa tiba-tiba pergi tanpa rujukan dokter lapas,” katanya saat dihubungi BandungKita, Sabtu (15/6/2019).
Baca juga:
Selain Setya Novanto, Ini 4 Narapidana yang Punya ‘Kesaktian’ Keluar-masuk Lapas Sukamiskin
Anggara menilai, fasilitas kesehatan di internal Lapas Sukamiskin belum lebih bagus daripada rumah sakit di luar. Namun yang perlu diperhatikan adalah pengawalan bagi tahanan yang akan menjalani pemeriksaan di rumah sakit luar harus makin ketat.
“Problemnya bisa jadi penyakitnya benar, tetapi ketika selesai diperiksa (tahanan) nggak kembali. Jadi harusnya Kemenkumham juga evaluasi pegawainya, karena nggak bisa tanpa pakai pengawalan,” kata Anggara.
Berbagai sebab pun melatarbelakangi tindakan itu, mulai dari main mata antara petugas dengan napi, hingga masalah kesejahteraan para petugas lapas juga diduga menjadi sebab.
“Ya mungkin saja ada tindakan gratifikasi antara petugas lapas dengan tahanan, makanya kesejahteraan petugas lapas juga harus jelas agar tidak mudah terpengaruh,” kata Aggara.
Karenanya, Anggara mengusulkan agar Laporana Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) para petugas lapas perlu dibuka ke publik, sehingga bisa dipantau tingkat kelayakan honor para petugas lapas.
Senada dengan Anggara, Wakil Direktur pusat kajian penahanan Centre Detention Studies (CDS) Gatot Goei mengatakan izin berobat merupakan hal yang wajar diajukan oleh napi.
“Setiap orang yang masuk ke lapas itu pasti mengalami stress, mengalami tekanan, dari yang sakit biasa bisa menjadi sakit yang berat. Maka kadang perlu diobati di rumah sakit. Jadi memang izin sakit itu hak” kata Gatot.
Baca juga:
Duh, Usai Berobat Bukanya Balik ke Sel, Setnov Malah Keluyuran di Padalarang
Namun, seiring dengan itulah oknum napi malah pelesiran dengan modus berobat ke rumah sakit. Gatot mengatakan untuk meminimlisir hal itu, pemerintah perlu meningkatkan fasilitas kesehatan di dalam Lapas sehingga para napi tidak perlu diperiksa di rumah sakit swasta.
“Untuk saat ini, pemerintah perlu menentukan rumah sakit yang menjadi rujukan. Mestinya tidak rumah sakit swasta, karena fasilitas dan SDM-nya juga harus khusus. Misalnya, KPK atau Mabes Polri itu sudah punya rujukan rumah sakit, kalau tidak di rumah sakit Polri ya di rumah sakit pemerintah,” ujar Gatot melalui sambungan telepon.
Karena seringnya alasan berobat jadi kesempatan untuk pelesiran, Gatot meminta agar waktu berobat atau perawatan tidak dihitung sebagai masa menjalani pidana.
“Tiap orang izin ke rumah sakit itu kan istilahnya dibantarkan, setiap izin periksa ke rumah sakit atau di rumah sakit dirawat, itu dibantarkan, tidak dihitung sebagai masa tahanan, maka harus mulai diterapkan,” ujarnya.
Baca juga:
Terbukti Terima Suap, Eks Kalapas Sukamiskin Divonis Delapan Tahun Penjara
Sebelumnya, Jumat malam (14/6/2019), atas kejadian ini Kakanwil Kemenkumham Jawa Barat Liberty Sitinjak menyatakan minta maaf kepada kepada masyarakat lantaran lalai dalam menjalankan pengawasan terhadap narapidana di Lapas Sukamiskin.
“Atas nama Kanwil Kemenkumham, saya mohon maaf kepada publik, kepada aparat penegak hukum bahwa tyang terjadi hari inin adalah murni kelemahan dan kesalahan kami,” ujarnya pada wartawan. (Tito Rohmatulloh/BandungKita.id)
Editor: Restu Sauqi
Comment