Viral! Pelajar SMA Kritik Keras Pembelajaran Jarak Jauh, Nadiem Makarim Angkat Bicara

BandungKita.id, VIRAL – Belum lama ini netizen dihebohkan dengan viralnya video siswa SMA di Jakarta yang mengkritik kebijakan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) selama Pandemi Covid-19.

Belakangan diketahui, siswa SMAN 7 Jakarta itu bernama Syamil Shafa Besayef. Kritik pedas tersebut dilontarkan Syamil ketika ia menghadiri peringatan Hari Anak Nasional dan Sosialisasi Empat Pilar Kebangsaan MPR RI, pada Kamis (23/7/2020) lalu.

Syamil menyebut metode belajar daring tidaklah efektif, jika dibandingkan pembelajaran tatap muka di sekolah. Semuanya itu ia sampaikan dalam videonya yang viral.

Berbagai kendala metode belajar daring dipaparkan oleh Syamil, yaitu gadget, sinyal seluler, kuota internet, hingga seringnya pemadaman listrik di Indonesia terutama sejumlah daerah di pelosok.

BACA JUGA :

Kisruh Polemik POP, Nadiem Mengaku Keliru Lalu Minta Maaf Kepada NU, Muhammadiyah, dan PGRI

Bantu Siswa dan Mahasiswa RMP, Pemkot Bandung Gelontorkan Rp 126,3 Miliar

Hina Guru β€œMakan Gaji Buta” via Facebook, Pria di Garut Dipolisikan PGRI

“Itu kendala banget, kita beruntung di Jakarta kalau menurut saya. Saya harap kita jangan beranggapan bahwa kita dalam keadaan baik-baik saja hanya dalam pandangan perspektif kita sendiri, tapi coba dilihat dari sisi lain. Masih banyak di Indonesia ini yang bermasalah kalau menurut saya,” paparnya.

Selain itu, Syamil juga menyebut bahwa jumlah bantuan biaya pulsa selama pembelajaran jarak jauh dinilai tidak cukup.

“Dari sekolah cuma ada subsisi Rp 25 ribu untuk beli pulsa. Sedangkan di sana kuota mahal. Mereka di pelosok itu kuota mahal, tidak kayak di Jakarta kita bisa dapat barang seperti itu dengan murah,” ungkapnya.

Lantaran tidak adanya sosok guru yang mengawasi anak didiknya ketika belajar, Syamil mengaku pembelajaran secara daring kurang efektif.

Syamil Shafa Besayef, pelajar kelas 12 di SMAN 7 Jakarta yang mengkritik kebijakan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) selama Pandemi Covid-19.

“Kita kurang efektif tidak seperti di sekolah. Di sekolah kita dipantau langsung sama guru. Guru itu kan digugu dan ditiru.”

“Dan ada wacana saya lihat di berita, saya gak tahu ini benar apa enggak, bahwa PJJ ini akan dilaksanakan dengan permanen.

Sedangkan kalau kita belajar cuma mau pintar, Google juga lebih pintar daripada sekolah,” terang pelajar kelas 12 di SMAN 7 Jakarta itu dalam videonya.

Saat dikonfirmasi, Syamil secara berani mempermasalahkan wacana soal PJJ yang akan dipermanenkan. Pasalnya, bila PJJ dipermanenkan ia merasa tidak ada lagi interaksi dengan sekolah.

“Jika PJJ dipermanenkan, permasalahan yang akan muncul adalah sebuah wacana yang benyak orang sebut, google lebih pintar dari sekolah.”

“Tapi kalau dipermanenkan kita tidak ada interaksi dengan sekolah, kurang dapat karakternya,” ujar Syamil seperti dikutip BandungKita.id dari Tribunnews, Senin (10/8/2020).

Terakhir, Syamil mengingatkan kepada para pelajar untuk tetap semangat belajar dalam kondisi apapun.

“Kalau kita bersantai dengan PJJ, kita akan ketinggalan. Jika begitu, saya rasa 75 tahun Indonesia merdeka akan percuma untuk generasi pemalas. Kita harus bertindak karena kita ini generasi emas di 2045,” tegasnya.

Hingga Selasa (11/8/2020), video Syamil mengkritik pedas PJJ sudah disaksikan lebih dari 66 ribu kali dan dibanjiri ratusan ribu komentar netizen di Instagram.

Bahkan, videonya telah direpost oleh banyak akun Instagram lain di sosial media.

Nadiem Akui Terpaksa

Beberapa waktu lalu, Mendikbud Nadiem Makarim juga mengakui sejak awal dirinya tidak menginginkan adanya metode pembelajaran jarak jauh (PJJ). Ia mengatakan, kebijakan pembelajaran jarak jauh ini terpaksa dilakukan.

“Dalam hati saya, saya tidak ingin PJJ terjadi. Saya ingin semua anak kembali tatap muka. Jadi PJJ itu bukan kebijakan pemerintah, PJJ itu kita terpaksa,” katanya saat mengunjungi SDN Polisi 1 Bogor.

Namun, ketika ditanya terkait skema sekolah tatap muka yang harus segera dieksekusi kementerian pada awal 2021, Nadiem mengatakan dia belum bisa memutuskan.

“Jadi mohon maaf saya enggak bisa menjawab. Walapun banyak yang mengharapkan akhir Desember sudah selesai. Tapi itu tidak bisa tergantung daerah. Tergantung keputusan gugus tugas dan juga tergantung kesiapan masing-masing pemerintah daerah dan sekolah,” pungkasnya.(*)

Editor : Azmy Yanuar Muttaqien

Comment