BandungKita.id, NASIONAL – Menteri Sosial Juliari Peter Batubara ditangkap tim penyidik KPK setelah sebelumnya sempat melarikan diri. Ia tiba di Gedung Dwiwarna KPK sekitar pukul 02.50 WIB, Minggu (6/12) dini hari. Tanpa menjawab sejumlah pertanyaan awak media, politikus PDIP tersebut langsung menuju lantai dua gedung untuk menjalani pemeriksaan.
Politikus PDI-P itu diduga telah menerima uang senilai total Rp17 miliar dari dua pelaksanaan paket bantuan sosial (bansos) berupa sembako untuk penanganan covid-19. “Diduga akan dipergunakan untuk keperluan JPB [Juliari Peter Batubara],” ungkap Ketua KPK, Firli Bahuri dalam jumpa pers di kantornya, Jakarta, Minggu (6/12) dini hari.
Selain itu, lembaga antirasuah juga menetapkan empat orang lainnya sebagai tersangka. “KPK menetapkan 5 (lima) orang tersangka, sebagai penerima JPB (Juliari P. Batubara), MJS, AW. Sebagai pemberi AIM, HS,” ujar Firli, Minggu (6/12) dini hari.
Empat tersangka lainnya dalam kasus ini antara lain, pejabat pembuat komitmen di Kementerian Sosial (Kemensos) Matheus Joko Santoso dan Adi Wahyono, serta Ardian I M dan Harry Sidabuke selaku pihak swasta.
BACA JUGA :
Jokowi Minta KPK, Kejaksaan dan Kepolisian Tindak Tegas Oknum yang Korupsi Dana Covid-19
Mensos Juliari Batubara dan Menkop UKM Teten Masduki Tinjau Penerima Prokus di KBB
Kemensos Salurkan BST, 758 KPM di Kabupaten Bandung Terima Bantuan
Kasus dugaan korupsi ini terbongkar lewat operasi tangkap tangan (OTT) terhadap enam orang. Mereka yang diamankan antara lain Matheus, Direktur PT Tiga Pilar Agro Utama Wan Guntar, Ardian, Harry, dan Sanjaya pihak swasta, serta Sekretaris di Kemenso Shelvy N.
Dalam operasi senyap tersebut, tim penindakan KPK turut mengamankan uang sekitar Rp14,5 miliar yang terdiri dari pecahan rupiah, dolar Amerika Serikat, dan dolar Singapura. Uang disimpan di dalam 7 koper, 3 tas ransel dan amplop kecil yang disiapkan Ardian dan Harry.
Untuk diketahui, pengadaan bantuan sosial untuk penanganan covid-19 berupa paket sembako di Kementerian Sosial RI tahun 2020 memiliki nilai sekitar Rp5,9 Triliun dengan total 272 kontrak dan dilaksanakan dalam dua periode.
Sementara itu, Firli Bahuri meminta pelaku korupsi anggaran penanganan pandemi virus corona (covid-19) dituntut dengan hukuman mati. Hal ini ia sampaikan pada Juli lalu. Ia mengklaim telah mengingatkan bahwa tindak pidana korupsi di masa bencana atau pandemi dapat diancam dengan hukuman mati.
“Ini tidak main-main. Ini saya minta betul nanti kalau ada yang tertangkap, saya minta diancam hukuman mati. Bahkan dieksekusi hukuman mati,” terang Firli seperti dikutip dari CNN Indonesia, Rabu (29/7) lalu.
Ancaman hukuman mati bagi pelaku korupsi diatur dalam Pasal 2 ayat (2) UU Tipikor. Dalam pasal itu dijelaskan bahwa hukuman mati bisa dijatuhkan jika korupsi dilakukan saat terjadi bencana alam nasional, sebagai pengulangan tindak pidana korupsi atau pada waktu negara dalam keadaan krisis ekonomi dan moneter.
Untuk mencegah aksi korupsi anggaran pandemi, Firli mengaku telah membentuk 15 satuan petugas (satgas). Dari 15 satgas itu, sebanyak lima satgas ditempatkan di kementerian/lembaga yang bertanggung jawab dalam penanganan covid-19, satu satgas di Gugus Tugas Penanganan Covid-19, dan sembilan satgas yang disebar di koordinator wilayah KPK.
“Tugasnya adalah melakukan kajian, memberikan rekomendasi kepada kementerian/lembaga supaya perbaikan sistem penganggaran, perbaikan program, sehingga nanti seluruh anggaran bisa dipertanggungjawabkan secara akuntabel dan transparan,” tutur Firli. (*).
Editor : Azmy Yanuar Muttaqien
Comment