Menarik Dicermati, Begini Dinamika Politik Mutakhir di Kabupaten Bandung

BandungKita.id, OPINI – Menarik dicermati, pasca Pilkada Kabupaten Bandung 2020 terjadi serangkaian fenomena yang layak dimaknai. Bisa dipastikan fenomena ini akan berpengaruh terhadap format politik kekuasaan di Kabupaten Bandung ke depannya.

Kendati tak akan terlalu berdampak pada budaya politik lokal (local political culture), namun karakter dan tipikal kekuasaannya cenderung berbeda dengan corak pemerintahan daerah sebelumnya. Tak hanya terkait faktor pergerakan politik elit atau kebijakan internal partai pengusung semata, namun juga dengan sejauhmana publik Kabupaten Bandung merespon kebijakan daerah yang diproduksinya.

Nampaknya partisipasi politik massa akan sangat bergantung dari kedewasaan politik publik menerima realitas politik. Hal ini erat kaitannya dengan kualitas masyarakat madani (civil society) yang terbangun. Sedikitnya ada tiga gejala yang mengikuti arah perjalanan politik kekuasaan di kabupaten Bandung ke depan.

Ketiga gejala ini nampak pada bentuk politik Partai Golkar (PG) Kabupaten Bandung pasca Musda ke-10 lalu implikasi dari terpilihnya Dadang Supriatna sebagai ketua Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Kabupaten Bandung, selanjutnya efek penerimaan hasil putusan MK yang memenangkan duet Dadang Supriatna-Sahrul Gunawan terhadap polarisasi kekuasaan di ranah eksekutif, legislatif.

Form Golkar Pasca Musda ke-10

Ketua DPD Partai Golkar Jabar Ade Barkah Surahman menyerahkan bendera Partai kepada Ketua DPD Partai Golkar Kabupaten Bandung Terpilih, H. Sugianto dalam Musda ke -10, Sabtu (20/2) di Hotel Sutan Raja Soreang. (istimewa).

Setelah dipilih secara aklamasi dalam Musda ke-10, H. Sugianto akhirnya menakhodai PG Kabupaten Bandung pada 20 Februari 2021 lalu. Meski diwarnai penolakan dari sejumlah elemen internal terkait kecukupan suara dan mekanisme pemilihan pimpinan, namun dipastikan pria yang akrab disapa Sugih itu akan terus maju. Perlawanan dari kubu H. Anang Susanto tidak terlalu berpengaruh kepada hasil putusan Musda. Terlebih, Sugih didukung penuh Ketua sebelumnya, Dadang M. Naser.

Ketika memutuskan menjadi kandidat ketua, khalayak memprediksi bahwa Sugih ialah perpanjangan tangan trah dinasti. Sugih dinilai sebagai bagian dari “The Obar Camp” di tubuh Golkar. Namun prediksi ini bisa saja keliru. Pasalnya Sugih mungkin adalah pilihan terbaik diantara yang terburuk. Baik itu dinasti Obar atau Golkar bisa jadi memilih Sugih sebagai solusi terbaik bagi keberlangsungan mereka ke depannya.

Melihat rekam jejaknya, Sugih memenuhi syarat untuk menjaga keberlangsungan tersebut. Selain pengalaman organisasi, apakah loyalitas dan dedikasi terhadap dinasti dan partai juga termasuk? Yang pasti Sugih menanggung beban dan tanggung jawab berat. Selain wajib memperkuat dan mempertahankan pondasi atau dominasi Golkar di parlemen, Sugih juga diharapkan mampu memelihara kohesifitas atau kekompakan internal Golkar.

Apalagi jika berbicara eksekutif versus legislatif saat ini, Sugih dituntut lebih pandai “melangkah” agar tidak berdampak buruk kepada program dan strategi Golkar ke depan. Sulit membayangkan Golkar menjadi oposisi kekuasaan. Baik di pusat atau di daerah, Golkar senantiasa menjadi kawan yang seiring dengan kekuasaan.

BACA JUGA :

KPU Tetapkan Pasangan Bedas Jadi Bupati dan Wakil Bupati Bandung Periode 2021-2024

Tok! Mahkamah Konstitusi Tolak Gugatan Nia-Usman Sayogi, Pasangan Bedas Segera Dilantik

Agus Yasmin : Putusan MK Akan Mengedepankan Rasa Keadilan Masyarakat, Bedas Akan Dilantik

Rasanya kecil kemungkinan menjadi oposisi bagi Golkar. Kecuali terjadi friksi yang meruncing antar faksi di internal Golkar sendiri. Namun itu cenderung dapat diakomodasi secara kooperatif. Semuanya tercatat di dalam sejarah, jadi aneh saja jika Golkar saat ini akan menjungkirbalikkan itu.

Sebagai salah satu lumbung suara nasional di setiap Pemilu, Golkar Kabupaten Bandung selalu menjadi ujung tombak pendulang suara. Mempertahankan suara ini adalah tantangan bagi era Sugih. Mengingat perolehan suara Pilkada 2020 kemarin, Sugih harus kerja keras memetakan kembali “pasar-pasar” suara Golkar.

Ini bukan perkara sederhana, pasalnya persaingan partai pasca Pilkada 2020 akan sangat berpengaruh terhadap perolehan suara Golkar. Apalagi isu nasional menjelang Pilpres 2024 dimana Golkar menargetkan kadernya sendiri sebagai RI-1 atau RI-2. Bukan sosok yang selama ini banyak digadang-gadang media atau poling pendapat. Siapa lagi kalau bukan Ketumnya sendiri yakni Airlangga Hartarto.

Mampukah Sugih lepas dari bayang-bayang otoritas kekuasaan sebelumnya? Lalu menjalankan terobosan-terobosan baru yang menjadi ciri dan karakternya? Atau, tetap hanya akan menjadi penerus tradisi konvensional yang telah terbangun?

Darah dan Semagat Baru dari PKB

Dalam konteks pencalonan pilkada 2020, pilihan Dadang Supriatna (DS) menyeberang ke PKB tentunya sudah merujuk kalkuasi yang matang. Perjuangannya memerlukan keberanian dan sedikit faktor nekad. DS adalah politikus “Tipe Fighter” (ini istilah saya saja). Kendati kerap bertubrukan dengan pakem kontemporer, namun orientasi politik DS jelas dan terukur, terlebih ia kerap mengatakan “kembalikan semua kepada kuasa Ilahi” sebuah dogma klise yang sulit dibantah.

Keputusannya berkoalisi dengan PKB, Nasdem dan Demokrat di Pilkada 2020 lalu awalnya memang terkesan meragukan. Tetapi jangan salah, di PKB dan Nasdem ini, DS didampingi senior-senior politik yang cukup kaya dengan asam-garam perpolitikan di Kabupaten Bandung.

Siapa yang tak kenal secara politis dengan H. Agus Yasmin (AY) ketua Nasdem Kabupaten Bandung dan H. Cucun Syamsurijal (CS) Ketua PKB Kabupaten Bandung sekaligus anggota DPR RI. DS diuntungkan dengan kondisi ini. Selain berlaku sebagai mentor bagi langkah-langkah politik strategis DS, baik AY atau CS boleh dikata dikenal sebagai “seteru politik” dinasti atau petahana.

Dengan demikian peran AY dan CS sangat substansial. Bahkan konon keberangkatan DS dalam pencalonannya banyak disuplai logistik dari CS. Nampaknya, posisi sebagai Bendahara PKB memungkinkannya untuk melakukan itu. Dalam logika politik, itu sah-sah saja. Untuk menguatkannya, PKB segera menguatkan ikatan politik dengan DS dengan memberikannya jabatan ketua PKB Kabupaten Bandung.

BACA JUGA :

Sah! Bupati Bandung Terpilih Dadang Supriatna Resmi Jadi Nahkoda Baru DPC PKB Kabupaten Bandung

Tim Kuasa Hukum Paslon Bedas Optimis Gugatan Pemohon Akan Ditolak

Jelang Putusan MK, Bupati Bandung Terpilih : Insya Allah Pasangan Bedas Dilantik Akhir Maret

Namun demikian, berangkatnya DS menaiki perahu PKB merupakan prestasi tersendiri. Artinya, PKB mampu menarik calon yang diusungnya sebagai kepala daerah dan berhasil menumbangkan dominasi kekuasaan yang telah bertengger nyaris 20 tahun.

Kondisi ini menjadi tantangan tersendiri bagi DS, apakah DS mampu membangun gaya kepemimpinan dengan retorika dan tipikalnya sendiri? Terlepas dari bayang-bayang mentor-mentornya? Pada tahap awal, selain merancang dan menata anggaran untuk realisasi janji-janji politiknya. DS juga dituntut membayar deal-deal politik dengan partai-partai pengusungnya.

Tak hanya itu, upaya menjinakan atau mengelola tim sukses yang tentu saja sudah memasuki wilayah-wilayah membangun kesepakatan-kesepakatan dengan para pihak. Logika-logika sederhana ini adalah sesuatu yang lumrah dalam proses membangun militansi kepemimpinan daerah. Tetapi, jika DS kurang bijak dan arif menata konfigurasi ini semua, dikhawatirkan ini akan menjadi preseden buruk yang bagi kelanjutan kepemimpinannya. Demi sustainable kepemimpinan yang lebih berarti di Dayeuh Bandung ini, tentunya publik juga diharapkan memelihara suasana yang partisipatif menuju kondisi yang lebih kondusif.

Refleksi Keputusan MK

Keputusan MK semakin menguatkan kedudukan duet DS-Sahrul Gunawan. Artinya, fakta di lapangan dan keputusan MK menjadi sejalan. Argumen pemohon gugatan ditolak Majelis Hakim MK dan sekaligus menutup gugatan ini. Nampaknya, argumen terobosan terkini yang diajukan pemohon tentang visi-misi berbalut komersialisasi dan pelanggaran TSM. tertutupi oleh dalil standar ketentuan MK tentang selisih perolehan suara yang cukup lebar.

Periode dari mulai penghitungan hasil suara Pilkada 2020 hingga ketetapan pemenang di ranah MK menjadi momen menegangkan bagi publik Kabupaten Bandung. Kendati publik sudah mampu mengakomodasinya, namun logika di MK adalah sesuatu yang terkadang sulit dibaca. Namun demikian, hasil putusan MK ini harus disikapi sebagai pelajaran berharga bagi keberlanjutan demokrasi di Kabupaten Bandung.

Tak ada lagi yang layak diperdebatkan, kita tinggal menunggu pelantikan Duet DS-Sahrul sambil menata kembali pikiran dan sikap. Apa yang bisa kita sumbangkan bagi keberlanjutan kepemimpinan ini ? Jika anda rasa cukup, doa pun menjadi sangat berarti. (*).

Penulis : Kang Tevi (Pemerhati Politik dan Kebijakan Publik)

Editor : Azmy Yanuar Muttaqien

Comment