BandungKita.id, Bandung – Buruh Jawa Barat menuntut pemerintah menaikan upah minimum kabupaten/kota (UMK) 2022. Bila tidak, buruh mengancam akan melakukan mogok kerja massal.
Ketua Umum Pimpinan Pusat Federasi Serikat Pekerja Tekstil, Sandang dan Kulit-Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSP TSK SPSI) Roy Jinto meminta pemerintah untuk menetapkan UMK 2022 tidak menggunakan formula perhitungan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan.
Alasannya, karena Undang-undang (UU) Cipta Kerja masih diuji secara formil dan materiil di Mahkamah Konstitusi sehingga belum ada putusan. Oleh karena itu, pemerintah harus menghormati proses hukum di MK dengan menunda pelaksanaan UU Cipta Kerja termasuk turunannya.
“Kami tunggu sampai adanya putusan MK,” ujarnya melalui keterangan resminya, Rabu (17/11/2021).
Ia menerangkan, penetapan upah minimum berdasarkan PP Nomor 36 Tahun 2021 menghilangkan hak buruh melalui dewan pengupahan untuk berunding. Pasalnya, semua data sudah diputuskan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) sehingga fungsi Dewan Pengupahan hanya melegitimasinya saja.
Lebih lanjut, menurutnya hal tersebut bertentangan dengan Konvensi ILO 98 tentang Hak Berunding Bersama dan juga Keputusan Presiden Nomor 107 Tahun 2004 tentang Dewan Pengupahan, dalam PP Nomor 36 Tahun 2021 yang mensyaratkan pertumbuhan ekonomi atau inflasi kabupaten/kota dalam tiga tahun terakhir.
“Sedangkan tidak semua kabupaten/kota menghitung dan merilis pertumbuhan ekonomi yang dibutuhkan tersebut,” ucapnya.
BACA JUGA:
Tuntut Kenaikan Upah, Buruh KBB Akan Mogok Kerja Pekan Depan
Diduga Soal Hutang Piutang, Pria di Padalarang Tewas Dibacok
Sebelumnya, para buruh sudah mencoba meminta data tersebut ke BPS. Namun tidak diberikan dengan dalih tidak mempunyai data yang dibutuhkan.
Akan tetapi, secara tiba-tiba muncul Surat Edaran (SE) Menteri Tenaga Kerja tanggal 9 November 2021 perihal data pertumbuhan ekonomi Indonesia.
“Kami sangat meragukan data-data yang disampaikan Menaker tersebut, dalam sejarah pengupahan baru kali ini di Indonesia dalam penetapan upah minimum 2022 diatur mengenai ambang atas dan ambang bawah dalam penetapan upah minimum,” katanya.
“Kalau penerapan ambang batas dan ambang bawah diterapkan sudah dapat dipastikan upah buruh beberapa tahun kedepannya tidak akan naik, kalaupun naik hanya berkisar Rp18 ribu,” tambah Roy.
Roy mengatakan karena itu serikat buruh bahkan hingga tingkat nasional sepakat untuk melakukan mogok kerja. Tuntutannya, yakni batalkan UU Cipta Kerja, dan tetapkan UMK sebesar 10 persen.
“Mogok akan kami lakukan sebelum penetapan UMK 2022 di bulan Desember 2022. Mogok nasional terpaksa kaum buruh lakukan karena pemerintah memaksakan kehendak untuk mendegradasi hak-hak kaum buruh,” pungkasnya. (Faqih Rohman Syafei) ***
Comment