BandungKita.id, Bandung – Buruh Jawa Barat menolak penetapan upah minimum provinsi (UMP) 2022 sebesar 1,72 persen. Kenaikan tersebut dinilai tidak ideal dengan pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Ketua Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Jabar, Roy Jinto mengatakan, penolakan ini lantaran digunakannya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2021 sebagai landasan penetapkan upah minimum. Padahal, PP tersebut yang merupakan produk turunan dari Undang-undang Cipta Kerja masih belum bisa diberlakukan.
“Harusnya belum bisa diberlakukan karena UU tersebut sedang diajukan pengujian di Mahkamah Konstitusi (MK),” ujarnya kepada BandungKita, Selasa (23/11/2021).
Lebih lanjut, ia meminta pemerintah untuk menunda penetapan upah minimun hingga muncul putusan MK perihal UU Cipta Kerja. Selain itu, menurutnya besaran kenaikannya tidak sebanding laju pertumbuhan ekonomi Indonesia yang membaik.
Pada kuartal II ekonomi tumbuh 7,07 persen, dan pada kuartal III juga mengalami pertumbuhan 3,51 persen. Namun di sisi lain, pemerintah menaikan upah minimun yang nilainya tidak sebanding pertumbuhan ekonomi yang sedang baik.
“Di sisi lain ekonomi sedang baik tapi upah buruh ditekan supaya ngga naik dan naiknya pun hanya 1,07 persen. Jadi itu sangat tidak baik dan kita menganggap bahwa pemerintah memang pro upah murah,” katanya.
BACA JUGA:
PKL Dulang Rupiah Dari Aksi Unjuk Rasa Buruh
Buruh Bandung Barat Aksi di Kantor Bupati, Tuntut Kenaikan Upah
“Kalau kita berbicara dalam perhitungan upah minimum dikaitkan dengan pertumbuhan ekonomi yang bagus hari ini tentu berkisar antara 7 sampai 10 persen,” tambah Roy.
Roy mengungkapkan, pada tahun 2020 ketika Indonesia mengalami resesi ekonomi hingga -5,26 persen saja sejumlah wilayah di Jabar menaikan upah hingga 6,51 persen. Tetapi ketika laju ekonomi membaik, malah sebaliknya.
“Jadi nggak realistis. Makanya ini yang menjadi persoalan,” ucapnya.
Buruh Jabar, sambungnya akan berupaya menekan pemerintah untuk segera menaikan upah minimum secara ideal. Caranya dengan melakukan aksi unjuk rasa pada 25 November 2021 nanti.
“Kami akan menyampaikan penolakan terhadap kenaikan UMP. Kemudian, kami akan menolak kenaikan UMK yang berdasarkan PP 36/2021 dan minta dinaikan sebesar 10 persen. Dan mendesak MK untuk membatalkan UU Ciptaker,” pungkasnya. (Faqih Rohman Syafei)
Comment