Ironi di Balik Predikat Smart City: Dilema Sampah di KBB
FEATURE
Bandungkita.id, CILILIN – Kabupaten Bandung Barat (KBB) adalah salah satu daerah yang berambisi untuk menjadi Smart City. Dengan visi mengintegrasikan teknologi dan inovasi untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat, label “Smart City” semestinya tidak hanya menjadi slogan, tetapi tercermin dalam solusi nyata untuk permasalahan mendasar, seperti pengelolaan sampah.
Namun, fakta di lapangan menunjukkan ironi yang berbeda. Sampah yang menumpuk di berbagai titik, dari Jalan Radio hingga pasar-pasar tradisional, seolah menantang klaim tersebut.
Ketika pagi tiba di Jalan Radio, Cililin, tumpukan sampah bertebaran seolah menyapa setiap kendaraan yang melintas. Tidak hanya mengganggu pandangan, sampah yang tercecer sampai memakan badan jalan ini menjadi simbol permasalahan yang sulit diatasi
Di sinilah pemandangan dilematis bermula. Jalan yang seharusnya menjadi sarana mobilitas berubah fungsi menjadi tempat pembuangan akhir bagi mereka yang entah merasa tidak punya pilihan atau sekadar tidak peduli. Seperti perang tanpa akhir, warga dan petugas membersihkan sampah setiap pagi, hanya untuk melihatnya kembali menumpuk saat malam tiba.
Jumat pagi, 11 April 2025, suasana di lokasi tersebut sedikit berbeda. Gerakan pembersihan besar-besaran berlangsung, melibatkan ratusan orang. Danramil dan Kapolsek Cililin turut serta, menggiring anggotanya untuk mengatasi situasi yang kian tak terkendali. Kepala Desa, staf desa, hingga warga sekitar bekerja keras membersihkan area yang telah menjadi momok bagi masyarakat.
Kapten Infanteri Arif Pahrudin, Danramil 0601/Cililin, menunjukkan semangatnya di tengah aksi pembersihan. “Kita kuat-kuatan dengan pihak yang membuang sampah,” ucapnya. Namun di balik semangat itu, tersimpan keletihan dan harapan agar masalah ini segera menemui solusi yang lebih permanen.
Bagi Kepala Desa Cililin, Tedi Kusnaedi, beban masalah sampah tidak hanya bersifat fisik tetapi juga emosional. Pemerintah desa sering kali menjadi pihak yang disorot, dianggap bertanggung jawab atas tumpukan sampah yang terjadi. “Kami selalu dituntut membersihkan, tetapi tanpa adanya solusi yang nyata, ini akan terus berulang,” keluhnya.
VIDEO PILIHAN
Namun solusi bukanlah hal yang mudah diwujudkan. Status lahan sebagai milik Indonesia Power menjadi tantangan besar dalam proses perizinan untuk penataan dan pengawasan lokasi tersebut. Di sisi lain, pejabat dan warga mempertimbangkan berbagai langkah seperti pemasangan CCTV, penerangan yang memadai, hingga perubahan fungsi area agar tidak lagi menjadi TPS liar.
Kondisi serupa juga terjadi di TPS Pasar Cililin dan Desa Rancapanggung, di mana sampah meluber hingga melebihi kapasitas. Bau menyengat, rasa takut akan longsor, dan ketidakpastian tentang tempat membuang sampah menjadi cerita yang terus berulang.
Salah satu warga, Dedi, bahkan mengaku bahwa ia dan tetangganya sudah empat bulan terakhir bingung harus membuang sampah ke mana. “Kami sudah tidak tahu lagi harus membuang ke mana. Seolah Pemda KBB tidak mampu lagi mengelola sampah,” ungkapnya.
Masalah sampah di Cililin adalah lebih dari sekadar tumpukan limbah yang mengganggu pemandangan. Hal tersebut mencerminkan sistem pengelolaan yang belum sempurna, keterbatasan sumber daya, dan birokrasi yang kerap memperlambat perubahan. Namun di tengah segala keterbatasan itu, semangat warga masih memberikan harapan.
Bandungkita.id telah menyampaikan keluhan warga kepada Dinas Lingkungan Hidup KBB, namun hingga berita ini tayang, Ibrahim Aji, Kepala Dinas LH, belum memberikan tanggapan. Warga hanya dapat berharap, bahwa langkah nyata akan segera hadir untuk mengakhiri mimpi buruk ini. (Dadang Gondrong/BangKit)
Comment