Film Pengkhianatan G 30 S PKI Tayang Lagi di TV, Inilah 6 Fakta Yang Harus Kamu Ketahui

BandungKita.id, SEJARAH – Film Pengkhianatan G30S/PKI sudah kembali ditayangkan lagi di saluran televisi swasta indonesia sejak Minggu (29/9/2019). Sebenarnya, menonton kembali film itu tak menjadi soal. Ini sudah zaman milenial. Yang menjadi soal adalah mengapa film ini masih ditayangkan ? ketika banyak temuan fakta bermasalah yang meliputinya.

Sejumlah fakta mengenai film G 30 S PKI yang belum diketahui oleh mereka yang belum menonton. Terutama generasi yang kini berusia 20 tahun ke bawah mengingat film ini pernah disetop penanyangannya pada tahun 2002, usai masa reformasi. Berikut fakta-fakta yang sudah BandungKita.id rangkum dari berbagai sumber :

BACA JUGA :

Pembuat Video Provokasi Ulang Tahun PKI Terancam 6 Tahun Penjara dan Denda Rp 2 Miliar

1. Film G30S/PKI Buatan Pemerintah Soeharto dan Jadi Tontonan wajib

Sejak ditayangkan tahun 1984, pemerintah Orde Baru memberlakukan setiap siswa di segala lapisan, pegawai negeri sipil, perusahaan daerah untuk wajib menonton film ini setiap tanggal 30 September. Selain diputar di layar lebar beberapa kali, film itu akhirnya diputar di TVRI setiap tanggal 30 September pukul 10.00 WIB.

2. Bagian dari Rekayasa dan Selera Orde Baru

Film yang diproduseri Nugroho Notosusanto, dulu Menteri Pendidikan di era Soeharto dibuat dengan anggaran Rp 800 juta. Arifin C Noer, sutradara besar sejak masanya hingga kini, ditunjuk sebagai sutradara. Kepada Tempo yang mewawancarainya pada 1984, Arifin mengaku menyadur catatan sejarah dalam buku berjudul ‘Percobaan Kudeta Gerakan 30 September di Indonesia’. Kisah-kisah di dalamnya ditulis oleh sejarawan militer Nugroho Notosusanto dan investigator Ismail Saleh.

Infografis (dok : Team Creative BandungKita.id)

3. Terfokus pada Soeharto dan Propaganda bahaya Komunis

Film G 30 S PKI kian menampilkan sosok Soeharto saat menjadi Pangkopkamtib. Perannya dalam operasi penumpasan PKI di hari-hari kelam setelah 30 September. Film ini, bahkan sebelum ditayangkan secara resmi ternyata ditonton dulu oleh Presiden Soeharto dan mereka yang terlibat dalam operasi penumpasan itu.

4. Penuh Kekerasan dan darah

Film G 30 S PKI dengan durasi panjang: 3 jam 37 menit itu dipenuhi dengan kekerasan, ancaman, jeritan, tangis dan darah. Film itu dibuka dengan paparan rencana aksi DN Aidit untuk merebut kekuasaan dari tangan Soekarno. Mulai dari rapat-rapat rahasia, hingga tayangan yang memicu kemarahan umat Islam seperti pembakaran buku-buku agama dan Alquran.

BACA JUGA :

Walikota Bandung Sebut Ada Bahaya Komunis, Anak Muda Diminta Lakukan Ini

5. Melenceng dari Fakta Sejarah

Film G 30 S PKI itu menuai kritik dari para sejarawan, melenceng dari fakta sejarah. Misalnya Dr Asvi Warman Adam menuliskan adanya kelemahan historis film itu detail. Asvi menunjuk peta Indonesia yang berada di ruang Kostrad sudah memuat Timor Timur sebagai bagian dari Indonesia. Faktanya, tahun 1965/1966 Timor Timur belum berintegrasi.

6. Tak Sesuai Semangat Reformasi

Penayangan film itu akhirnya dihentikan pada September 1998, empat bulan setelah Soeharto lengser. Yunus Yosfiah, Menteri Penerangan saat itu mengatakan, pemutaran film bernuansa pengkultusan tokoh, seperti film Pengkhianatan G 30 S PKI, Janur Kuning, dan Serangan Fajar tidak sesuai lagi dengan dinamika Reformasi. “Karena itu, tanggal 30 September mendatang, TVRI dan TV swasta tidak akan menayangkan lagi film Pengkhianatan G30S/PKI,” ujar Yunus. Sayangnya film itu kembali ditayangkan di televisi-televisi swasta indonesia saat ini.

Poster film “Jagal” dan ” Senyap”. (dok : Joshua Oppenheimer)

Sebagai gantinya, anda bisa menonton film lain untuk menyeimbangkan referensi sejarah dan adil dalam menentukan sudut pandang tentang benar atau salah. Diantaranya adalah film SENYAP dan JAGAL garapan sutradara asal Denmark, Joshua Oppenheimer.

Kedua film ini sebenarnya mencoba menampilkan kisah era 1965 berikut turunannya yang masih merayap dalam gelap. Bedanya barangkali adalah, Jagal menceritakan peristiwa pembantaian PKI dari sudut pandang para pelaku, sementara Senyap mengambil sudut pandang dari penyintas, yaitu keluarga yang dituduh anggota PKI.***(Azmy Yanuar Muttaqien/BandungKita.id)

Comment