BandungKita.id, GARUT – Permasalahan sampah di Kabupaten Garut telah mencapai puncaknya. Beberap waktu lalu sejumlah wilayah seperti Garut Kota, Tarogong Kaler, Tarogong Kidul, Banyuresmi, Leles, dan Kadungora berubah menjadi lautan sampah.
Memaskui awal bulan puasa, masyarakat di Garut kembali diresahkan oleh menumpuknya sampah di hampir setiap sudut jalan portokol. Penyebab utamanya tak lain adalah mogoknya pengangkutan sampak ke TPA Pasir Bajing.
Erwan Setiawan (27) Warga Sukapadang Desa Sukakarya, Kecamatan Tarogong Kidul, mengaku terganggu dengan sampah yang berserakan dipinggir jalan. Pasalnya, tidak hanya di satu titik, tapi hampir disepanjang jalan banyak sampah.
“Saya lihat setiap pagi, ada saja sampah di pinggir jalan, bahkan sampai siang kadang belum diangkut,” ucapnya.
Baca juga:
Akses Jalan ke TPA Pasir Bajing Rusak, Pengangkutan Sampah di Garut Lumpuh
Erwan yang berprofesi sebagai driver ojeg online tersebut mengaku jengkel, padahal Garut merupakan tujuan wisata di Jawa Barat. “Saya sering bawa wisatawan dari luar Garut, kebanyakan mereka bilang tidak elok liat banyaknya sampah di pinggir jalan,” ucapnya.
Pegiat Lingkungan Hidup dari Yayasan Paragita, Gita Noorwadhani mengatakan seharusnya TPA Pasir Bajing bukan menjadi persoalan, jika awal persoalan sampahnya telah dibenahi.
Menurutnya, selama ini persoalan pengelolaan sampah dipandang tidak terlalu serius oleh Pemda Garut. Hal ini terlihat dari tidak adanya penyediaan tempat proses daur ulang sampah yang dilakukan dan dikelola secara terus-menerus.
“Kebanyakan sampah-sampah kita berawal dari rumah tangga, kenapa tidak dari sumbernya dibenerin,” katanya saat dihubungi, beberapa waktu lalu.
Gita menegaskan persoalan sampah jangan dianggap sepele. Sampah harus ditangani dengan serius. Menurutnya hampir di seluruh negara di dunia, sampah selalu menjadi persoalan yang klasik.
“Terbukti dengan ditutupnya (TPA) Pasirbajing, tumpukan sampah di kota berserakan dimana-mana,” katanya.
Gita juga mengkritisi soal rencana Pemda Garut memperluas lahan TPA Pasir Bajing. Menurutnya Pemda harus menetapkan batas akhir penggunaan TPA, pasalnya jika terus-terusan membuang sampah ke tempat itu, lahan yang dimiliki pun terbatas.
“Kemarin saya dengar DLHKP akan memperluas TPA 1,5 Hektar, tapi mau sampai kapan?, di Garut masih luas lahan yang kosong, tapi mending dipakai untuk rumah atau pertanian, daripada untuk tempat sampah,” ucapnya.
Baca juga:
Persoalan Sampah Tak Kunjung Selesai, KAMMI Nilai Pemkab Garut Lamban
Meski dilakukan perluasan di Pasir Bajing, permasalahan sampah tetap saja tidak teratasi karena hanya memindahkan sampah dari satu tempat ke tempat yang lain. Tetap saja masyarakat sekitar TPA Pasirbajing akan terkena imbasnya.
Gita menjelaskan, solusi penanganan sampah sangatlah mudah, hanya saja perlunya kemauan dari pemda untuk merangkul komunitas pecinta lingkungan. Karena banyak komunitas pecinta lingkungan yang sudah bergerak menangani sampah, namun dukungannya kurang dari pemerintah.
Bahkan yang ia lakukan bersama masyarakat di beberapa desa, ternyata masyarakat mau dan sadar untuk mengelola sampah apabila ada yang mengarahkan dan dilakukan pembimbingan secara konsisten.
Sampah rumah tangga yang mendominasi di kabupaten Garut, seharusnya bisa diminimalisir bahkan mampu menghasilkan pundi-pundi rupiah, kalau pemda beserta penggiat lingkungan bisa bergerak bersama.
“Sebenarnya penanganan sampah, masyarakat pun mau diajak bergerak untuk melakukan pengelolaan sampah,” katanya.
Sementara itu, Pemerintah Kabupaten Garut sudah menganggarkan untuk perbaikan jalan menuju TPA Sampah Pasirbajing yang saat ini kondisinya rusak parah dan mengganggu pengangkutan sampah dari wilayah perkotaan.
“Anggarannya sudah ada Rp1 miliar untuk perbaikan jalan ke TPA ini. Sekarang tinggal menunggu proses lelangnya saja, ” ujar Wakil Bupati Garut dr Helmi Budiman, Rabu (15/5/2019).
Baca juga:
Ini Tanggapan Wakil Bupati Garut Soal Sampah yang Belum Terangkut
Menurut dia, anggaran yang sudah tersedia ini hanya untuk memperbaiki jalan sepanjang satu kilo menuju lokasi TPA. Nantinya, jalan menuju lokasi pebuangan sampah akhir ini dibangun dengan beton.
Helmi menerangka, sebelum perbaikan jalan dilakukan, pihaknya akan menambal jalan dengan pasir dan batu, sebagai upaya sementara agar jalan menuju lokasi TPA bisa dilalui.
“Sekarang pembuangan sampah mulai normal lagi, penumpukan sampah di perkotaan sudah bisa ditangani,” terangnya.
Menurut dia, dalam upaya menangani masalah sampah di wilayah perkotaan Garut, saat ini pihaknya akan fokus membenahi kawasan TPA Pasirbajing. Karena berdasarkan pemantauannya, lokasi TPA Pasirbajing masih bisa menampung sampah.
“Masih ada 4 hektar lagi yang masih kosong. Sekarang ke lokasi lahan itu tertutup sampah. Jadi kita akan benahi dulu supaya pembuangan sampah lancar, ” terangnya.
Terkait jalut alternatif yang akan digunakan ke lokasi TPA, Helmi menerangkan, bahwa jalan tersebut merupakan jalan lama yang tidak digunakan. “Itu jalur lama, sekarang bisa digunakan jaur alternatif,” terangnya.
Pembangunan jalur alternatif menunu lokasi TPA ini, memang perlu dilakukan supaya tempat pembuangan sampah bisa diakses dari mana saja.
“Memang jalur alternatif ini perlu dibangun. Tetapi sekarang kita fokuskan perbaikan dulu,” terangnya.
Baca juga:
Pembangunan TPA Legoknangka Molor, Biaya Angkut Sampah Pemkab Garut Membengkak
Selain fokus perbaikan TPA, tambah dia, Pemkab Garut juga terus melakukan penjajakan dengan perusahaan pengolah sapah dari Negara Korea. Hal itu dilakukan supaya permasalahan sampah ini bisa teratasi.
“Komunukasi masih kita jalan, tetapi pelaksanaannya enggak tahu kapan,” kataya.
Dia berharap, dengan adanya teknologi yang bisa mengolah sampah menjadi energi, bisa mengatasi permasalahan sampah yang ada di perkotaan Garut.
Terpisah, Bupati Garut, Rudy Gunawan menuturkan, awalnya masalah sampah bisa diatasi setelah Pemprov Jabar membuat TPA Legoknangka. Namun nyatanya, hingga tahun ini TPA Legoknangka belum kunjung beroperasi.
“Legoknangka baru bisa dioperasikan tahun 2022. Padahal awalnya akan dibuka pada 2017. Makanya sekarang kami cari alternatif lain saja,” ujar Rudy di Pendopo Garut, beberapa waktu yang lalu.
Selain molornya operasional Legoknangka, Rudy menyebut jika biaya membuang sampah juga mahal. Awalnya Pemkab hanya harus membayar 30 persen. Tapi kabar terakhir, biayanya membengkak jadi 70 persen.
“Kalau ditotal setahun itu harus keluarkan Rp.15 miliar untuk bayar buang sampah ke Legoknangka. Cukup memberatkan bagi kami,” katanya.***(M Nur el Badhi)
Editor: Restu Sauqi
Comment