Golkar Butuh Figur Kuat dan Pemersatu
BandungKita.id, KAB BANDUNG – Gonjang ganjing dan tensi panas tengah menerpa Partai Golkar Kabupaten Bandung. Usai mengalami kekalahan di Pileg dan Pilbup Bandung lalu, Partai beringin juga tengah terlibat konflik internal menyusul pelaksanaan Musyawarah Daerah (Musda) DPD Partai Golkar Kabupaten Bandung yang digelar pada Sabtu, 20 Februari 2021 lalu.
Seperti diketahui, Musda Partai Golkar Kabupaten Bandung yang digelar di Hotel Sutan Raja Soreang tersebut menetapkan Sugianto, sebagai Ketua DPD Partai Golkar Kabupaten Bandung menggantikan posisi Dadang Naser yang juga mantan Bupati Bandung dua periode.
Namun rupanya, hasil Musda yang menetapkan Sugianto sebagai ketua terpilih tidak diterima sebagian besar Pengurus Kecamatan (PK) Golkar. Setidaknya ada 18 PK Golkar dari 31 PK Golkar se-kabupaten Bandung yang menolak hasil Musda tersebut karena Mussa dinilai penuh rekayasa dan tidak konstitusional. Selain itu, mereka membawa masalah tersebut ke Mahkamah Partai.
Bahkan, sebanyak 18 PK Golkar secara resmi telah mengajukan surat penolakan terhadap hasil Musda ke DPD Partai Golkar Jawa Barat pada Senin (22/2/2021) lalu. Selain menolak hasil Musda yang dinilai inkonstitusional dan bertentangan dengan AD/ART partai, 18 PK Golkar tersebut juga menuntut agar DPD Golkar Jawa Barat menggelar Musda ulang.
“Kami atas nama 18 PK Golkar merasa Musda ini tidak fair dan sudah direkayasa. Menjelang Musda, sebanyak delapan PK yang disinyalir mendukung Anang Susanto diberhentikan. Jelas ini sangat merugikan kami. Sayap partai dan ormas pendiri Golkar juga tidak diundang. Padahal mereka memiliki suara. Kami sudah mengajukan surat penolakan dan minta Musda diulang,” ungkap Ketua PK Golkar Kecamatan Paseh, Enjang Mulyana mewakili 18 PK Golkar kepada BandungKita.id, Kamis (25/2/2021).
Enjang menegaskan bahwa 18 PK Golkar menilai Musda yang digelar pada Sabtu (22/2/2021) lalu tidak sah karena tidak sesuai aturan. Banyak aturan AD/ART partai yang ditabrak. Indikasi rekayasa, menurutnya, sangat kentara dengan satu per satu mempreteli kekuatan PK yang disinyalir tidak mendukung Sugianto sebagai calon ketua DPD Golkar.
Contohnya, kata dia, menjelang Musda tiba-tiba Ketua PK Rancaekek diberhentikan dengan alasan adanya surat mosi tidak percaya dari anggotanya. Ironisnya, posisi Ketua PK yang diberhentikan tersebut digantikan oleh pelaksana tugas (Plt) yang pro Sugianto.
“Kami 18 PK melihat DPD Partai Golkar Kabupaten Bandung ini tidak menempuh mekanisme yang benar sesuai aturan yang ada dalam pelaksanaan Musda ini. Kami minta keadilan DPD Golkar Jawa Barat agar Musda kemarin dibatalkan, lalu menggelar Musda ulang dengan terlebih dahulu mengembalikan status rekan-rekan kami sebagai Ketua PK yang diberhentikan sepihak,” tutur Enjang.
BACA JUGA :
Perkara Sengketa Pilkada Kabupaten Bandung di MK Berlanjut, Ada Dugaan Politik Uang dan Isu Gender
Jelang Dadang Naser Lengser: IPM Kabupaten Bandung Naik 8,15 Persen
Diduga Korupsi Dana Desa Ratusan Juta, Dua Mantan Kades di Kabupaten Bandung Ditahan Pihak Kejari
APBD Kabupaten Bandung Tahun 2021: Rp 4,321 Triliun, Apa Prioritasnya?
Selain mengajukan keberatan terhadap hasil Musda Golkar Kabupaten Bandung, 18 PK Golkar juga menempuh jalur hukum ke Mahkamah Partai di DPP Golkar untuk mencari keadilan. Enjang optimistis tuntutan mereka bakal dikabulkan mahkamah partai.
“Kenapa kita berjuang dalam Musda ini? Karena Golkar rumah kami. Kami peduli dengan masa depan Partai Golkar ke depan. Kita akan sangat berat di 2024 jika hasil Musda ini dipaksakan. Karena kondisi kita sekarang terbelah seperti ini,” ujar dia.
Golkar Butuh Figur Kuat dan Pemersatu
Setelah mengalami kekalahan di Pileg dan Pilbup Bandung lalu, tambah Enjang, para pengurus dan kader Partai Golkar Kabupaten Bandung berharap adanya perubahan dengan munculnya sosok atau figur yang kuat dan mampu menyatukan semua kekuatan di tubuh partai beringin.
Enjang menyebut para kader dan simpatisan Partai Golkar tidak memungkiri bahwa terdapat tiga kutub kekuatan di tubuh Golkar Kabupaten Bandung sebelumnya. Masing-masing kubu yang diwakili figur berpengaruh memiliki basis massa dan pendukung fanatiknya masing-masing.
Menurutnya, Golkar Kabupaten Bandung besar dan mampu menguasai pemerintahan selama 10 tahun terakhir berkat ketiga kutub kekuatan tersebut.
Ketiga kutub yang membentuk kekuatan Golkar tersebut yakni kubu mantan Ketua DPD Golkar Kabupaten Bandung Dadang Naser, kubu H Anang Susanto yang juga anggota DPR RI dan terakhir kubu Dadang Supriatna atau Kang DS yang kini telah ditetapkan KPU sebagai Bupati Bandung terpilih.
“Kita akui Pak Dadang Naser ini besar pengaruhnya di Golkar. Tapi kita baru saja mengalami kekalahan pileg dan juga Pilbup Bandung. Kita sekarang enggak punya Bupati. Kang DS yang sekarang jadi bupati terpilih kan sebenernya kader Golkar, tapi beliau kan maju dengan kendaraan lain sehingga harapan satu-satunya Golkar tinggal H Anang. Kalau sekarang H Anang dihabisi seperti ini, berat kita di 2024,” beber Enjang.
Menurut dia, H Anang Susanto yang kini menjabat anggota DPR RI dinilai sebagai figur tepat untuk memimpin dan menyatukan kembali Partai Golkar Kabupaten Bandung yang nyaris porak poranda akibat mengalami dua kelalahan besar dalam kontestasi pemilihan.
Selain memiliki kapasitas dan pengalaman mumpuni untuk memimpin Partai Golkar, H Anang Susanto dinilai juga sudah membuktikan kehebatannya dengan meraih suara besar ketika mencalonkan diri sebagai calon anggota DPR RI.
Lebih lanjut Enjang mengatakan, Partai Golkar Bandung kini menghadapi tantangan berat menyusul kekalahan telak di ajang Pilbup Bandung 2020 lalu. Seharusnya, kata Enjang, Musda mampu melahirkan Ketua DPD yang mumpuni dan mampu membawa kemenangan bagi Partai Golkar.
“Suara Partai Golkar sudah hilang satu di Kabupaten Bandung. Bupati bukan dari Partai Golkar. Ini menjadi masalah kita bersama, maka Musda Golkar Kabupaten Bandung seharusnya bisa melahirkan Ketua DPD Partai Golkar yang bisa menghasilkan suara, baik di pileg maupun pilbup,” jelas Enjang.(M Zezen Zainal M/BandungKita.id)
Editor : M Zezen Zainal M
Comment