BandungKita.id, Bandung Barat, – Pasar Cililin, salah satu pusat ekonomi di Kabupaten Bandung Barat (KBB), tengah menjadi sorotan akibat berbagai permasalahan yang mencerminkan buruknya tata kelola pasar. Investigasi BandungKita.id mengungkap dugaan pengabaian aturan retribusi sampah, pembangunan bangunan liar di atas saluran air, serta indikasi penggelapan dana retribusi yang seharusnya masuk sebagai Pendapatan Asli Daerah (PAD).
VIDEO PILIHAN
Retribusi Sampah: Ketidaktahuan atau Penggelapan?
Dalam upaya klarifikasi yang dilakukan BandungKita, Kepala UPT Pasar Cililin, H. Momon, menyatakan bahwa pihaknya tidak mengetahui adanya aturan untuk pemungutan retribusi sampah, sehingga tidak ada setoran yang masuk ke kas daerah.
“Kami tidak pernah memungut retribusi sampah secara resmi karena tidak ada aturan soal itu. Pengelolaannya dilakukan oleh pedagang sendiri melalui paguyuban,” ujar Momon dalam keterangannya langsung belum lama ini di kantornya, UPT Pasar Cililin
VIDEO PILIHAN
Namun, fakta berbicara lain. Peraturan Daerah tentang pengelolaan sampah di KBB jelas mengatur skema retribusi dan pembuangan sampah, yang seharusnya berada di bawah tanggung jawab Disperindag KBB, bahkan Skema pemgelolan sampah telah diatur (SOP) oleh Disperindag KBB untuk Seluruh pasar yang dikelola.
Menurut Iwan, anggota Paguyuban Pedagang Pasar Cililin, paguyuban memang menarik retribusi sampah dari pedagang dan menggunakan dana tersebut untuk membayar tenaga sukarelawan harian. Sisa dana kemudian disetorkan kepada UPT, meski tidak ada transparansi mengenai penggunaan atau pencatatan dalam sistem PAD daerah.
“Kami hanya menjalankan yang sudah ada. Tenaga harian dibayar dari hasil retribusi, dan sisa dana kami setorkan ke UPT. Tapi apakah itu masuk ke PAD atau tidak, kami tidak tahu,” ungkap Iwan Minggu,18 Mei 2025 dikediamanya.
VIDEO PILIHAN
Kerja Sama dengan DLH yang Dipertanyakan
Selain masalah retribusi sampah, UPT Pasar Cililin juga berdalih adanya kerja sama dengan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) KBB sejak 2019 untuk pengangkutan sampah.
“Kami sudah bekerja sama dengan DLH sejak Tahun 2019 untuk pengangkutan sampah. Jadi sampah yang dihasilkan di pasar tidak sepenuhnya dikelola sendiri oleh UPT,” terang Momon.
Namun, menurut sumber di DLH, sejak kepemimpinan Apung Hadiat, tidak pernah ada perjanjian resmi atau Memorandum of Understanding (MoU) antara DLH dan UPT.
Jika benar tidak ada kesepakatan resmi, maka besar kemungkinan retribusi sampah tidak tercatat sebagai pendapatan daerah, mengarah pada kemungkinan kebocoran PAD KBB.
Dalam penelusuran Bandungkita, Mantan Kepala Dinas Lingkungan Hidup, Apung Hadiat Purwoko, membenarkan adanya kerjasama dengan beberapa pasar namun tidak pernah terjadi kerjasama pengelolaan sampah dengan pasar cililin.
“Sepanjang apih (sapaan akrab Apung) bertugas disana kerjasama dengan beberapa pasar ada, karena kan itu retribusi dan ada Perdanya, hanya dengan pasar cililin tidak pernah apih lihat kerjasamanya, artinya tidak ada kerjasama” terangnya melalui telephone selular, Senin 19 mei 2025.
Lebih jauh Apih, menyebut jika kondisi selama ini ada pengangkutan sampah dilakukan DLH menurutnya tidak tercatat.
“Ya jika memang ada pengangkutan oleh DLH, malah jadi pertanyaan, darimana oprasionalnya DLH, semua harus diketahui oleh pimpinan, minimal Kepala Bidang ya, kalau tidak ada berarti silahkan diartilan sendiri” ungkapnya seraya tersenyum.
ARTIKEL PILIHAN
Bangunan Liar: UPT Membangun dan Menjual?
Temuan lain yang mengejutkan adalah keberadaan belasan bangunan liar yang didirikan di atas saluran air oleh pihak UPT Pasar. Bangunan tersebut, menurut para pedagang dan paguyuban, tidak dibangun secara mandiri oleh mereka, melainkan oleh UPT sendiri. Bahkan, bangunan-bangunan tersebut diperjualbelikan kepada pedagang dengan harga mencapai ratusan juta rupiah.
“Bangunan itu bukan kami yang bangun sendiri. UPT yang membangun dan kami beli dari mereka,” kata Iwan.
Jika benar bangunan tersebut berdiri tanpa izin dan diperjualbelikan secara ilegal, maka ada potensi pelanggaran Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, serta UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Selain itu, praktik ini juga dapat masuk dalam ranah tindak pidana korupsi, karena menyangkut pengelolaan aset daerah dan dana tanpa mekanisme transparan.
ARTIKEL PILIHAN
Peninjauan DPRD dan Keluhan Warga
Sebelumnya, Komisi III DPRD KBB sebelumnya telah melakukan tinjauan ke Tempat Pembuangan Sementara (TPS) Pasar Cililin, yang sudah overload dan mencemari lingkungan sekitar. Warga setempat mengaku mengalami dampak langsung, termasuk pencemaran air dan gangguan kesehatan akibat sampah yang tidak dikelola dengan baik.
Muncul tuntutan agar Pemkab Bandung Barat segera mengambil langkah konkret untuk menangani permasalahan ini, termasuk kemungkinan pembebasan lahan untuk penataan ulang TPS dan penyelidikan lebih lanjut terhadap dugaan pelanggaran tata kelola pasar.(Dhomz/Ron/Dang/BandungKita.id)
Comment