Bandungkita.id, BANDUNG – Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi dinilai perlu turun langsung dalam menangani berbagai persoalan di Kabupaten Bandung Barat. Hal itu seiring tidak keterbukaannya Pemerintah Daerah KBB dalam berbagai program kerja salah satunya rencana pembangunan gedung baru di RSUD Cililin.
Menurut Pengamat Politik dan Pemerintahan dari Monitoring Community Jawa Barat, Kandar Karnawan, menekankan pentingnya keterbukaan melalui publikasi hasil feasibility study.
Diakui Kandar, langkah ini sangat esensial untuk memastikan bahwa setiap aspek pembangunan—mulai dari kelayakan teknis hingga dampak ekonomi dan sosial telah dianalisis secara mendalam sebelum proyek dijalankan.
ARTIKEL PILIHAN
“Publikasi hasil feasibility study bukanlah sekadar formalitas. Ini merupakan fondasi yang menjamin bahwa pembangunan gedung baru RSUD Cililin dilakukan dengan pertimbangan yang matang serta transparan. Dengan menyebarluaskan kajian ini, masyarakat dapat memahami dasar perencanaan, termasuk alokasi anggaran dan potensi dampak lingkungan yang mungkin terjadi,” ujar Kandar Karnawan.
Ia menambahkan bahwa keterbukaan informasi akan mendorong partisipasi aktif dari seluruh pemangku kepentingan, mulai dari kalangan akademisi hingga masyarakat umum, sehingga muncul masukan konstruktif yang dapat memperbaiki dan menyempurnakan proses perencanaan.
ARTIKEL PILIHAN
Namun, Kandar juga menyoroti proyek lain yang dinilai tidak berjalan sebagaimana mestinya, seperti pengadaan jaringan WiFi di Dinas Komunikasi dan Informatika (Diskominfo) Kabupaten Bandung Barat, yang hingga kini belum menunjukkan hasil konkret. Menurutnya, pola belanja anggaran yang tidak jelas seperti ini perlu dievaluasi secara menyeluruh agar tidak menjadi beban masyarakat.
“Saat proyek-proyek bernilai miliaran rupiah tidak berjalan dengan baik, sementara kebutuhan dasar seperti infrastruktur dan layanan kesehatan masih terabaikan, tentu hal ini menjadi alarm serius bagi pengelolaan anggaran di KBB. Evaluasi mendalam harus segera dilakukan agar gaya belanja yang tidak efektif ini tidak terus berulang,” tegasnya.
ARTIKEL PILIHAN
Karena itu, Kang Aan, sapaan akrab mantan advokat ini, juga mendorong Gubernur Jawa Barat untuk turun tangan dan mengawasi langsung kondisi di Bandung Barat, mengingat masyarakat telah menjadi korban dari buruknya tata kelola anggaran dan kebijakan di tingkat daerah.
“Kita tidak bisa membiarkan masyarakat terus menjadi korban dari kebijakan yang ugal-ugalan. Saat anggaran besar tersedia, tetapi dampaknya tidak dirasakan oleh warga, maka itu bukan lagi soal keterbatasan dana, melainkan soal kegagalan dalam mengelola prioritas. Jika tidak ada perubahan nyata, maka intervensi dari tingkat provinsi menjadi hal yang mendesak,” tutupnya.
Selain itu, Kandar Karnawan juga mengingatkan pentingnya konsistensi dengan kesepakatan RPJM teknokratis sebagai acuan utama dalam menentukan prioritas pembangunan. Menurutnya, RPJM bukan sekadar dokumen perencanaan, tetapi merupakan kontrak kebijakan yang seharusnya dijalankan secara konsekuen oleh pemerintah daerah.
ARTIKEL PILIHAN
“RPJM teknokratis sudah menetapkan peta jalan pembangunan yang berbasis kebutuhan masyarakat. Jika pola belanja anggaran tidak sejalan dengan prinsip teknokrasi ini, maka akan terjadi ketimpangan dalam kebijakan, di mana proyek-proyek tidak strategis malah lebih diprioritaskan dibanding kebutuhan fundamental seperti infrastruktur dan pelayanan publik,” tegasnya.
VIDEO PILIHAN
Pernyataan ini diharapkan menjadi momentum bagi pemerintah daerah untuk mengevaluasi pola belanja anggaran serta memastikan bahwa setiap proyek benar-benar berorientasi pada kepentingan masyarakat, bukan sekadar formalitas administratif tanpa dampak yang nyata.(Dhomz/BandungKita.id)
Comment